Rabu, 09 Maret 2011

MAFIA HUKUM MERAJALELA DI INDONESIA




MAFIA HUKUM MERAJALELA DI INDONESIA

Belakangan ini Negara Indonesia sudah terbiasa mendengar istilah kasus alias Ariel atau mafia hukum, gara-gara gencarnya pemberitaan media menyangkut Gayus Tambunan.

Kini giliran Satuan Kerja Anti Korupsi (SKAK) dan Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) memunculkan wacana akan maraknya tindak korupsi di Indonesia adalah akibat dari sepak terjang mafia politik. Dituding, mafia politik mendorong terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan pengendali dari berbagai kasus, seperti mafia hukum, mafia pajak, hingga mafia kehutanan.

Dalam praktiknya, mafia politik menggunakan partai politik sebagai alatnya sehingga otomatis sandarannya adalah parlemen. Bahkan SKAK dan LIRA menilai mafia politik ini lebih berbahaya dari pada mafia kasus.

Diminta komentarnya, anggota Fraksi Hanura di DPR, Akbar Faizal mengaku belum begitu paham dengan apa yang dimaksud mafia politik seperti dirilis aktivis SKAK dan LIRA. “Terus terang saya kurang paham apa itu

(mafia politik), butuh deskripsi yang lebih jalas. Kalau DPR banyak orang politik, iya,” papar Akbar kepada okezone, Senin (3/5/2010). Namun dia tidak sepaham jika partai politik atau politisi di parlemenen merupakan pihak yang paling bertanggung jawab dalam menyuburkan pratik korupsi di Indonesia. “Kalau soal itu yang mana dulu, kader yang mana,” kilah dia.

Pun dengan anggapan parpol di Indonesia yang masih kental nuansa money politics, Akbar tidak sependapat. Namun dia mengakui pada umumnya parpol di Tanah Air dihadapkan banyak masalah sehingga belum maksimal dalam mejalankan peran dan fungsinya. “Dilihat dari perjalanan seharusnya parpol di Indonesia sudah baik, tapi belum karena banyak masalah,” ungkap dia.

Akbar merinci di antaranya persoalan rekrutmen, kaderisasi, pengelolaan konflik internal, dan pengelolaan keuangan. “Paling parah adalah rekrutmen terutama untuk menduduki jabatan publik seperi bupati atau gubernur masih karbitan,” imbuh dia.

Terkait pemberantasan korupsi, Akbar menantang parpol yang memiliki perwakilannya di DPR untuk menjadikan skandal Bank Century sebagai momen sekaligus menunjukan komitmen antikorupsi.

“Bisa dimulai dengan bekerja samanya semua fraksi untuk tuntaskan kasus Century, tidak terpecah-pecah,” ajak salah satu inisiator hak angket Century ini.

Saat disinggung mantan Panglima ABRI periode 1998-1999 Wiranto yang juga Ketua Umum Hanura merupakan salah satu contoh mafia politik, Akbar enggan berkomentar. Namun sebagai perbandingan, keterlibatan anggota dewan dalam kasus korupsi pada dasarnya potret wajah dari
kualitas parpol sebagai lembaga yang menjalankan fungsi rekrutmen di parlemen.

Mengutip survei yang dilakukan Transparency International Indonesia (TII) mendapatkan hasil, rakyat Indonesia berpandangan bahwa parpol dan DPR merupakan lembaga yang sangat korup. Maka wajar bila parpol merupakan organisasi yang paling bertanggung jawab atas perilaku koruptif.

Sebab itu, salah satu upaya pemberantasan korupsi di “rumah rakyat” adalah melakukan pembenahan sistem, ideologi parpol, dan perang terhadap money politics. Sementara itu Presiden LIRA Yusuf Rizal, menilai keberadaan mafia politik lebih berbahaya dari mafia kasus.

“Mafia politik lebih parah dari markus karena mafia politik ini ikut dalam grand design. Mafia politik juga melahirkan kebijakan yang koruptif. NKRI dalam kehancuran kalau mafia poltik tidak segera dibenahi,” tegas Yusuf Rizal.

Juru Bicara SKAK Rudy HS mengungkapkan, korupsi di Indonesia adalah akibat mafia politik yang mendorong terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan pengendali dari berbagai kasus seperti mafia hukum, mafia pajak, mafia kehutanan.

Sebab itu, banyak pihak mendesak pemerintah segera memberlakukan aturan pembuktian terbalik sebagai salah satu upaya untuk menekan praktik korupsi yang masih merajalela, selain hukuman berat bagi koruptor.

HUKUM TATA KEWARGANEGARAAN




Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu negara beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi negara tersebut. Sehubungan dengan itu dalam lingkungan Hukum Ketatanegaraan dikenal berbagai istilah yaitu :

Di Belanda umumnya memakai istilah “staatsrech” yang dibagi menjadi staatsrech in ruimere zin (dalam arti luas) dan staatsrech In engere zin (dalam arti luas). Staatsrech in ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrech in engere zin adalah hukum yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah.

Di Inggris pada umumnya memakai istilah “Contitusional Law”, penggunaan istilah tersebut didasarkan atas alasan bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi yang lebih menonjol.

Di Perancis orang mempergunakan istilah “Droit Constitutionnel” yang di lawankan dengan “Droit Administrative”, dimana titik tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Aministrasi Negara.

Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah Verfassungsrecht: Hukum Tata Negara dan Verwassungsrecht: Hukum Administrasi negara.

A. HUBUNGAN ILMU HUKUM TATA NEGARA DENGAN ILMU-ILMU LAIN



· Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara

Keduanya mempunyai hubungan yang sangat dekat :

Ilmu Negara mempelajari :
Negara dalam pengertian abstrak artinya tidak terikat waktu dan tempat.
Ilmu Negara mempelajari konsep-konsep dan teori-teori mengenai negara, serta hakekat negara.

Hukum Tata Negara mempelajari :
Negara dalam keadaan konkrit artinya negara yang sudah terikat waktu dan tempat.
Hukum Tata Negara mempelajari Hukum Positif yang berlaku dalam suatu negara.
Hukum Tata Negara mempelajari negara dari segi struktur

Dengan demikian hubungan antara Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara adalah Ilmu Negara merupakan dasar dalam penyelenggaraan praktek ketatanegaraan yang diatur dalam Hukum Tata Negara lebih lanjut dengan kata lain Ilmu Negara yang mempelajari konsep, teori tentang Negara merupakan dasar dalam mempelajari Hukum Tata Negara.



1. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik.

Hukum Tata Negara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang mengatur organisasi kekuasaan Negara, sedangkan Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dilihat dari aspek perilaku kekuasaan tersebut. Setiap produk Undang-Undang merupakan hasil dari proses politik atau keputusan politik karena setiap Undang-Undang pada hakekatnya disusun dan dibentuk oleh Lembaga-Lembaga politik, sedangkan Hukum Tata Negara melihat Undang-Undang adalah produk hukum yang dibentuk oleh alat-alat perlengkapan

Negara yang diberi wewenang melalui prosedur dan tata cara yang sudah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara.

Dengan kata lain Ilmu Politik melahirkan manusia-manusia Hukum Tata Negara sebaliknya Hukum Tata Negara merumuskan dasar dari perilaku politik/kekuasaan. Menurut Barrents, Hukum Tata Negara ibarat sebagai kerangka manusia, sedangkan Ilmu Politik diibaratkan sebagai daging yang membalut kerangka tersebut.

2. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara

Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari Hukum Tata Negara dalam arti luas, sedangkan dalam arti sempit Hukum Administrasi Negara adalah sisanya setelah dikurangi oleh Hukum Tata Negara. Hukum Tata Negara adalah hukum yang meliputi hak dan kewajiban manusia, personifikasi, tanggung jawab, lahir dan hilangnya hak serta kewajiban tersebut hak-hak organisasi batasan-batasan dan wewenang.

Hukum Administrasi Negara adalah yang mempelajari jenis bentuk serta akibat hukum yang dilakukan pejabat dalam melakukan tugasnya.

Menurut Budiman Sinaga, mengenai perbedaan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara terdapat banyak pendapat. Secara sederhana, Hukum Tata Negara membahas negara dalam keadaan diam sedangkan Hukum Administrasi Negara membahas negara dalam keadaan bergerak. Pengertian bergerak di sini memang betul-betul bergerak, misalnya mengenai sebuah Keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan itu harus diserahkan/dikirimkan dari Pejabat Tata Usaha Negara kepada seseorang.

B. ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA

Obyek asas Hukum Tata Negara sebagaimana obyek yang dipelajari dalam Hukum Tata Negara, sebagai tambahan menurut Boedisoesetyo bahwa mempelajari asas Hukum Tata Negara sesuatu Negara tidak luput dari penyelidikan tentang hukum positifnya yaitu UUD karena dari situlah kemudian ditentukan tipe negara dan asas kenegaraan bersangkutan.

Asas-asas Hukum Tata Kewarganegaraan yaitu:

1. Asas Pancasila

Setiap negara didirikan atas filsafah bangsa. Filsafah itu merupakan perwujudan dari keinginan rakyat dan bangsanya. Dalam bidang hukum, pancasila merupakan sumber hukum materil, karena setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengannya dan jika hal itu terjadi, maka peraturan tersebut harus segera di cabut. Pancasila sebagai Azas Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

2. Asas Hukum, Kedaulatan rakyat dan Demokrasi

Asas kedaulatan dan demokrasi menurut jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat dalam negara Indonesia, mencari keseimbangan individualisme dan kolektivitas dalam kebijakan demokrasi politik dan ekonomi. Azas kedaulatan menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan pada akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai dengan hukum.

3. Asas Negara Hukum

Yaitu negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Asas Negara hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu pertama, adanya UUD atau konstitusi yang memuat tentang hubungan antara penguasa dan rakyat, kedua adanya pembagian kekuasaan, diakui dan dilindungi adanya hak-hak kebebasan rakyat.

Rabu, 02 Maret 2011

Pengertian dan Pendidikan Kewarganegaraan


A.   Pengertian Kewarganegaraan

Istilah kewarganegaraan memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dan warga negara. Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan. Adapun menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Republik Indonesia, kewarganegaraan adalah segala ikhwal yang berhubungan dengan negara.
Pengertian kewarganegaraan dibedakan menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
a. Kewarganegaraan dalam arti yuridis dan sosiologis
- Kewarganegaraan dalam arti yuridis ditandai dengan adanya ikatan hukum anatara orang-orang dengan negara.
- Kewarganegaraan dalam arti sosiologis, tidak ditandai dengan ikatan hukum, tetapi ikatan emosionak, seperti ikartan perasaan, ikatan keturunan, ikatan nasib, ikatan sejarah, dan ikatan tanah air.
b. Kewarganegaraan dalam arti formil dan materil.
- Kewarganegaraan dalam arti formil menunjukkan pada tempat kewarganegaraan. Dalam sistematika hukum, masalah kewarganegaraan berada pada hukum publik.
- Kewarganegaraan dalam arti materil menunjukkan pada akibat hukum dari status kewarganegaraan, yaitu adanya hak dan kewajiban warga negara.

B. Pendidikan Kewarganegaraan
Hakikat pendidikan kewarganegaraan adalah upaya sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bagi warga negara dengan menumbuhkan jati diri dan moral bangsa sebagai landasan pelaksanaan hak dan kewajiban dalam bela negara, demi kelangsungan kehidupan dan kejayaan bangsa dan negara.

Tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa.
• Standar isi pendidikan kewarganegaraan adalah pengembangan :
1. nilai-nilai cinta tanah air;
2. kesadaran berbangsa dan bernegara;
3. keyakinan terhadap Pancasila sebagai ideologi negara;
4. nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup;
5. kerelaan berkorban untuk masyarakat, bangsa, dan negara, serta
6. kemampuan awal bela negara.
• Pengembangan standar isi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijabarkan dalam rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan.
• Rambu-rambu materi pendidikan kewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi materi dan kegiatan bersifat fisik dan nonfisik.
• Pengembangan rambu-rambu materi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri sesuai lingkup penyelenggara pendidikan kewarganegaraan.

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan Kep. Dirjen Dikti No. 267/Dikti/2000, tujuan Pendidikan Kewarganegaraan mencakup:
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan negara serta PPBN agar menjadi warga negara yang diandalkan oleh bangsa dan negara.

Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan
1.     Perkembangan kurikulum dan materi Pendidikan Kewarganegaraan :
a.     Pada awal penyelenggaraan pendidikan kewiraan sebagai cikal bakal darai PKn berdasarkan SK bersama Mendikbud dan Menhankam tahun 1973, merupakan realisasi pembelaan negara melalui jalur pengajaran khusus di PT, di dalam SK itu dipolakan penyelenggaraan Pendidikan Kewiraan dan Pendidikan Perwira Cadangan di PT.
b.     . Berdasarkan UU No. 20 tahun 1982 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Pertahanan dan Keamanan Negara ditentukan